![]() |
Masjid Agung Wolio |
Dalam
beberapa kisah klasik Islam yang hingga saat ini masih terpelihara, kita
tentunya pernah mendengarkan bahwa lahirnya Hawa merupakan sebuah hasil
permohonan Nabi Adam As karena cemburu melihat beberapa makhluk yang hidup
berpasang-pasangan. Kedua insan tersebut melewati berbagai proses Tuhan baik
suka maupun duka dengan saling melengkapi antar satu sama lain. Namun seiring
berjalannya waktu, maka otoriterpun muncul dari salah satunya (laki-laki)
hingga membuat yang satu (perempuan) menjadi tidak ternilai atau bahkan
terkadang dianggap sebagai pembawa bencana bagi yang lain dan posisinyapun
semakin didiskreditkan.
Deklarasi Hak-hak Azazi Manusia (HAM)
PBB (1948) menandasi awal mulainya
perjuangan
kaum perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Perjuangan kesetaraan dan keadilan
gender sedang menjadi isu global yang
sangat
menarik perhatian dunia
hingga tahun 1957 diadakan sidang umum PBB untuk pertama
kalinya, mengeluarkan sebuah resolusi tentang partisipasi perempuan dalam
pembangunan, yang disusul dengan resolusi tahun 1963 yang secara khusus mengakui peranan perempuan dalam pembangunan sosial
ekonomi nasional. Perjuangan
perempuan muncul dari adanya kesadaran perempuan akan ketertinggalannya dibandingkan
dengan laki-laki dalam berbagai aspek. Untuk
mengejar
ketertinggalannya tersebut telah dikembangkan konsep emansipasi (kesamaan) antara perempuan dan
laki-laki yang diawali dengan timbulnya gerakan global
yang dipelopori oleh perempuan dan berhasil mendeklarasikan melalui badan ekonomi sosial PBB (ECOSOC) yang
diakomodasi Pemerintah Indonesia dengan
dibentuknya
Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI).
Selanjutnya di Mexico City (1975)
diselenggarakan Konferensi Dunia yang Pertama tentang Perempuan World
Conference International Year of Women oleh PBB dan diperkenalkan tema
perempuan dalam pembangunan (WID). Tahun 1975 dinyatakan oleh PBB sebagai tahun
internasional perempuan. Dapat dikatakan bahwa konferensi dunia I merupakan
langkah awal dari consensus internasional mengenai hak-hak perempuan.
Diperoleh gambaran bahwa di negara
manapun status perempuan lebih rendah dari pada laki-laki dan terbelakang dalam
berbagai aspek kehidupan baik sebagai pelaku maupun penikmat hasil pembangunan.
Untuk meningkatkan status dan kualitas perempuan telah dilakukan berbagai
program dan kegiatan pemberdayaan perempuan, namun hasilnya masih belum
memadai. Kesempatan kerja perempuan belum membaik, beban kerja masih berat, dan
pendidikan masih rendah. Dari keadaan tersebut lahir pemikiran bahwa hubungan/relasi
yang timpang antara perempuan dan laki-laki didalam dan diluar keluarga perlu
dirubah. Artinya, diperlukan serangkaian perubahan struktural yaitu perubahan relasi
sosial dari yang timpang kerelasi sosial yang setara dimana keduanya merupakan faktor
penting dalam menentukan berbagai hal yang
menyangkut
kehidupan keluarga dan selanjutnya
PBB membentuk satu badan yang disebut The United Nations Fund for Women (UNIFEM) untuk melakukan
studi, advokasi, kolaborasi dan mendanai
kegiatan
kesetaraan gender.
María Estela Martínez Cartas de
Perón (lahir 4 Februari 1931), lebih dikenal sebagai
Isabel Martínez de Perón atau Isabel Perón, adalah mantan Presiden Argentina.
Isabel menjabat sebagai presiden dari 1 Juli 1974 sampai 24 Maret 1976. Dia
adalah Kepala negara perempuan pertama dan kepala pemerintahan di dunia. Ia juga tercatat sebagai seorang aktivis
perempuan yang berjuang untuk mendesak PBB agar membentuk The
United Nations Fund for Women
(UNIFEM) pada tahun
1975.
Di
Indonesia, ada seorang perempuan yang bernama R.A Kartini. Semasa
hidupnya ini mampu memberikan arti dan spirit tersendiri dalam perjuangan
meraih persamaan dan kesetaraan gender atau disebut juga emansipasi. Siapa yang
tidak kenal dengan R.A Kartini. Wanita kelahiran 21 April 1879 ini merupakan perintis
perubahan bagi kaum wanita. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpikiran
maju dan sosoknya yang cekatan, lincah, pintar, suka belajar dan haus akan ilmu
pengetahuan. Saat usia 7 tahun, ia bersekolah di Sekolah Kelas Dua Belanda. Selain
belajar di sekolah, ia juga kerap memperoleh pelajaran Bahasa Jawa, memasak,
menjahit, mengurus Rumah Tangga dan pelajaran agama di rumahnya. Keluarganya
sangat mengedepankan pendidikan. Sebagai seorang gadis kecil yang lincah ia
hanya berpikir mengenai sekolah dan bermain. Hingga suatu hari seorang teman
Belanda-nya bertanya mengenai cita-cita Kartini setelah tamat sekolah. Ia mulai
memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut sampai akhirnya ia memikirkan untuk
mengubah nasib kaum wanita di kemudian hari. Usia 12 tahun, setelah tamat
sekolah dasar, Kartini menjalani masa pingitan. Hidupnya berubah, ia kesepian
dan tidak boleh melanjutkan pendidikan. Hidupnya ibarat burung dalam sangkar
emas. Keluarganya yang memegang teguh adat lama, tidak menyetujui keinginan
Kartini yang menghendaki perubahan. Kartini hanya bisa mencurahkan cita-cita
perjuangannya dalam bentuk surat. Ia rajin menulis surat kepada temantemannya
di Belanda. Isinya mengandung cita-cita yang luhur, terutama untuk mengangkat
derajat wanita Indonesia. Berkat surat-surat ini, tahun 1903 didirikan Sekolah
Kartini Pertama di Semarang. Dan di usia 25 tahun, R.A Kartini akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya. Dampak dari emansipasi wanita baru juga nampak
kembali pada munculnya Dr.(H.C.) Hj. Dyah Permata Megawati
Setyawati Soekarnoputri atau umumnya lebih dikenal sebagai Megawati
Soekarnoputri atau biasa disapa dengan panggilan "Mbak Mega". Ia lahir
di Yogyakarta, 23 Januari 1947 dan merupakan Presiden Indonesia yang kelima
yang menjabat sejak 23 Juli 2001 — 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden
wanita Indonesia pertama.
Jika dunia
mulai memperhatikan kesetaraan gender pada tahun 1975 ditandai dengan
berdirinya The United Nations Fund for Women (UNIFEM) dan di Indonesia pada tahun 1903 ditandai dengan
berdirinya sekolah Kartini di Semarang, maka di Buton jauh dari sebelumnya
emansipasi wanita telah menjadi perhatian kerajaan. Posisi perempuan dimata masyarakat
Buton ketika itu sudah mendapatkan sebuah keistimewahan. Hal ini dibuktikan
dengan terpilihnya Wa Kaa Kaa sebagai Raja Buton yang pertama sekitar tahun 1332
M. Wakaka memerintah selama 18 tahun yalni sejak 1332 M sampai dengan 1350 M. Bambu
Kuning Pemerintahan pertama tersebut dipilih berdasarkan musyawarah mufakat antara
4 tokoh adat. Wa Kaa Kaa yang merupakan seorang perempuan dipilih karena
dianggap memiliki kepribadian dan sifat pemimpin yang layak, katanya.
Nama Wa Kaa
Kaa menurut Ali, berarti keluar dari Bambu Kuning. Dalam sejarah
hikayat Buton, dikatakan ratu memang lahir dari pohon bambu kuning, tapi ada
juga ahli sejarah yang mengatakan nama itu disandang karena saat dilantik
menjadi ratu, ia diusung di atas tandu kebesaran yang dibuat dari bambu kuning
yang memang banyak tumbuh di sini, katanya.
Situs
Pelantikan Wa Kaa Kaa sebagai Ratu Buton yang dilantik pada abad 13
tersebut hingga kini masih ada, yaitu berupa sebuah lubang yang saat diambil
sumpah, kaki Ratu dimasukkan ke lubang sambil dipayungi. Prosesi pelantikannya
sangat unik. Warga Buton saat itu masih memeluk agama Hindu, sehingga lubang
tersebut adalah perlambang dari Yoni, sebuah simbol suci agama Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar