Minggu, 01 Mei 2016

PERINGATAN HARDIKNAS BUKAN SOLUSI


KI HADJAR DEWANTARA

Tulisan ini bukan merupakan jawaban untuk masalah pendidikan di bangsa kita, tetapi hanya sekedar memperingati sebuah moment yang tak begitu penting diperingati karena tak pernah ada satupun solusi progres yang kita peroleh dari perayaannya. Selain itu, tulisan ini pula dibuat sekedar mengingatkan kita pada satu nama yang pernah berjuang dalam bidang pendidikan di Sulawesi, khususnya di Buton. Sekali lagi hanya memperkenalkan nama bukan biografi tokoh secara lengkap karena saat ini saya sedang menyusun skripsi tentang tokoh tersebut (dalam tahap penelitian).

Hari nasional adalah momentum peringatan berbagai hari yang dianggap sakral dan memiliki latar belakang histori di bangsa ini. Moment ini ditandai dengan penanggalan yang ditetapkan memlalui Keputusan Presiden serta akan diperingati secara terus menerus guna menghargai sejarah yang ada dibalik moment tersebut. Ir. Soekarno (Presiden pertama RI) pernah berpesan kepada kita bahwa “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, maka jangan sekali-sekali melupakan sejarah (JASMERAH)”.

Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) jatuh pada tanggal 02 Mei bertepatan dengan lahirnya salah satu pahlawan pendidikan di Indonesia bernama Ki Hadjar Dewantara. Ia dianggap berjasa dalam dunia pendidikan Indonesia karena sangat berperan penting dalam berdirinya sebuah lembaga bernama Taman Siswa yang resmi berdiri pada tanggal 03 Juli 1922 bertempat di Yogyakarta. Pada umumnya, moment ini diperingati dengan berbagai cara mulai dari mengikuti rangkaian upacara, berkunjung kemakam pahlawan, lomba-lomba maupun diskusi dengan tema pendidikan pada tatanan mahasiswa. Diskusi yang dilakukanpun selalu berputar pada wilayah merefleksi dan merefleksi tanpa ada rekomendasi yang membawa perubahan pada dunia pendidikan bangsa ini. Pertanyaan sederhana dan umum yang sering kita temui pada berbagai diskusi dimoment ini adalah seputar apakah pendidikan Indonesia sudah maju ? dan bagaimana pendidikan Indonesia selanjutnya. Menurut saya ini adalah lagu lama yang tak menghasilkan sebuah solusi sehingga membawa pendidikan kita kepada hal yang lebih progres dari sebelumnya. Kita terlalu terlena dan terjebak pada lagu lama yang berjudul refleksi. Inilah mungkin yang menyebabkan orang lain jauh melampaui kita dalam berbagai bidang khususnya pendidikan. Bagaimana tidak, orang lain telah lama meninggalkan kita dengan berlari sementara kita terlalu sibuk dengan dunia diskusi yang jarang memiliki output positif maupun rekomendasi yang sekali lagi dapat membawa dunia pendidikan kita kearah yang lebih maju.

Majunya pendidikan sebuah bangsa sangatlah tergantung dari berbagai metode yang diterapkan didalamnya. Bagaimana dengan metode pendidikan Indonesia saat ini ?. Bangsa kita terlalu disibukan dengan berbagai pergulatan politik praktis sehingga urusan pendidikan sangat dikesampingkan. Salah satu bukti adalah banyaknya sekolah-sekolah yang memiliki ruang belajar tak layak untuk digunakan sebagai tempat belajar dan bahkan lebih layak dijadikan sebagai kandang ayam. Para anak bangsa yang memiliki berbagai prestasi dan pernah mengharumkan nama daerah maupun Negara hanya diperhatikan pada awal-awal pasca moment tersebut dan selebihnya diabaikan. Bahkan terkadang anak-anak tersebut hanya dijadikan sebagai media berkampanye atau alat peraga dalam moment politik ptaktis dan pencitraan mereka. Guru-gurupun yang seharusnya menjadi pahlawan tanpa tanda jasa sebagaimana yang dilantunkan dalam syair Hymne Guru kita nampaknya sangat berbanding terbalik dengan kenyataan. Mereka hari ini lebih disibukan dengan urusan tunjangan gaji daripada memikirkan metode belajar yang baik untuk diterapkan di Indonesia demi kemajuan pendidikan bangsa kita. Pemerintahpun saat ini nampaknya terjebak dalam kesalahan berpikir stadium gawat. Awalnya pemrintah menganggap bahwa peningkatan kesejahteraan guru akan berbanding seimbang dengan majunya pendidikan di bangsa ini. Tetapi yang terjadi adalah guru malah terlena dalam mengurusi pemberkasan tunjangan dan mengabaikan tugas pokok yang menjadi tanggung jawab mereka secara substansial.

Jika moment Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) adalah perayaan hari lahir Ki Hadjar Dewantara atau yang lebih keren disebut dengan merayakan Ulang Tahun beliau, maka sayapun berpikir untuk merayakan Hari Pendidikan Nasioanal kembali dihari kelahiran seorang Pahlawan Pendidikan Sulawesi bernama LAODE MALIM.