![]() |
Dokumentasi pribadi LDRSAP |
Himpunan Mahasiswa Islam atau yang lebih familiar disebut HMI. Meskipun setiap kadernya merasa bahwa lembaga ini merupakan satu-satunya lembaga dikenal/ familiar ditelinga dan ingatan masyarakat ataupun merasa besar dan cukup disegani oleh hampir seluruh elemen masyarakat, namun tak jarang kita jumpai beberapa orang yang menyebutkan bahwa HMI adalah akronim dari Himpunan Mahasiswa Indonesia. Ini merupakan tanda bahwa terkadang perasaan besar hanyalah ada dalam kepala kita namun pada kenyataannya perasaan yang kita miliki tak selamanya benar dan sesuai dengan realita yang ada. Kita juga terkadang menyangka bahwa dengan memperkenalkan diri sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) orang lain akan menjadi segan dan menganggap kita sebagai seseorang yang cukup memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dari orang di sekeliling kita. Namun lagi-lagi ternyata tak selamanya seperti itu. Beberapa kasus yang pernah saya temui, ada beberapa kader HMI yang tiba-tiba dicemooh ketika mengaku sebagai seorang kader HMI karena dianggap sebagai perusak fasilitas umum dan pengganggu ketertiban masyarakat saat melakukan demonstrasi. Pada kasus yang sama jawaban lain yang akan kita jumpai pula adalah kader HMI jarang konsisten dengan apa yang mereka perjuangkan serta jika sudah berada dalam dunia gerakan, mayoritas dari mereka akan kemasukan angina. Sampai saat ini saya masih bingung dengan jawab terakhir. Meskipun mungkin mengandung makna negative, kritikan ini tetap harus kita terima karena itulah kenyataannya. Ini adalah salah satu masalah yang mestinya kita prioritaskan untuk diclearkan. Namun ketika persoalan ini saya diskusikan dengan beberapa senior, mereka hanya menjawab bahwa itu hanya pernyataan orang yang tidak senang dengan HMI atau karena mereka yang berkata demikian tidak paham dengan apa yang terjadi dalam tubuh HMI dinda.
Entah itu jawaban pelarian atau sebuah motivasi kepada kader yang pasti ada rasa tidak puas yang masih tersimpan hingga saat ini. Posisi senior dalam HMI secara mayoritas selalu menginginkan agar setiap kader bisa mandiri dan melanjutkan kaderisasi hingga jenjang yang lebih tinggi. Jawaban itu kadang menurut saya adalah sebuah motivasi agar kita tidak patah semangat dalam ber-HMI. Namun tak jarang juga kita jumpai beberapa senior yang selektif dalam menerima para junior untuk dijadikan sebagai teman diskusi atau yang lebih familiar untuk dikader. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh pertentangan atau konflik yang terjadi diinternal senior. Ketika seorang senior berkonflik dengan senior lain pada beberapa moment misalkan Konferensi Cabang yang konon disebut sebagai ajang pertarungan kubu-kubuan, maka konflik ini akan berimbas pada beberapa junior yang rutin ikut atau sering terlibat dengan senior yang menjadi lawannya saat berkonflik. Imbasnya adalah para junior tadipun akan dianggapnya pula sebagai lawan atau musuh. Ketika para junior tadi ingin berkomunikasi atau bersilaturaHMI dengan senior tersebut mereka tidak akan digubris karena telah dianggap sebagai musuh yang tidak patut untuk diajak berkomunikasi.
Selain persoalan konflik internal senior, hal lain yang menjadi persoalan adalah adanya beberapa junior yang ingin berkembang dengan caranya sendiri tetapi dianggap sebagai sesuatu yang bersifat membangkang karena bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh seniornya. Hasilnya adalah mereka akan dianggap sebagai kader murtad atau pembangkan yang pantas untuk hancurkan atau dibunuh karakternya hingga menjadi tidak berkembang. Sangat ironis, namun itulah kenyataannya. Hal lain yang menjadi pemandangan umum adalah para junior tadi akan dipandang sebagai suatu kelompok atau gerbong. Selanjutnya sang senior tadi akan membangun opini atau intruksi secara langsung kepada kader-kader lain yang masih setia berada dibelakang mereka yang konon disebut sebagai kader setia agar melawan segala gerakan yang dibangun oleh kelompok atau gerbong yang sudah berani melakukan apa yang tidak mereka kehendaki. Hasil selanjutnya adalah konflik yang terpelihara dan berkepanjangan. Kelompok akan terus tercipta dan konflik akan terus terbangun diantara kelompok-kelompok kader dan menghasilkan sebuah kelompok baru yang akan berkonflik pula dengan kelompok-kelompok sebelumnya.
Inilah menurut saya yang menjadi akar dari segala persoalan konflik dalam tubuh HMI. Meskipun beberapa senior yang apatis menganggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari dinamika organisasi, namun konflik tetaplah konflik yang mestinya tidak kita biarkan terjadi diinternal kita dan berlangsung secara terus-menerus. Harus ada mata rantai konflik yang diputus mulai saat ini serta refleksi dan evalusi serius untuk menciptakan rekonsiliasi yang benar-benar jauh dari muatan kepentingan. Tapi entahlah kapan mimpi ini bisa diwujudkan, yang pasti merupakan kehendak semua kader untuk berlembaga secara ideal tanpa dinamika irasional. Keterlibatan senior-senior mestinya dibatasi pada hal-hal yang sifatnya memang penting untuk dilakukan dan selebihnya membiarkan kader menjadi lebih mandiri tanpa merasa dihianati atau dilawan. Perasaan legowo mestinya terlebih dahulu muncul dalam diri setiap senior dan selanjutnya menyampaikan kepada junior-juniornya untuk tidak memelihara konflik secara berkepanjangan demi terciptanya proses kaderisasi yang sesuai dengan amanah konstitusi serta cita-cita Himpunan Mahasiswa Islam.
Kampung Buton Kota Baubau, 12 Agustus 2016
LA ODE RIZKI SATRIA ADI PUTRA
Ketua Umum HMI Komisariat FKIP Unidayan Baubau
Periode 1436-1437 H